Jurnal
Ilmiah ESAI Volume 6, Nomor 1, Januari 2012
ISSN
No. 1978-6034
Pengaruh Pengalaman Time Budget Pressure dan Etika Auditor terhadap Kualitas Audit
Goodman
Hutabarat
Abstract
The
purpose of this study is to analyze the effect of audit experience, time budget
pressure, and auditors’ ethics on audit quality. The research method used is
survey with a sample of 85
auditors
with experience in public accounting firms in Central Java. Path analysis model
was
used
to measure the influence of exogenous variables on endogenous variables. The
results
showed
that the audit experience, time budget pressure, and auditors’ ethics have
significant
influence
on audit quality either simultaneously or partially. Audit experience and
auditors’
ethics
have a significant positive effect on audit quality. On the other hand, time
budget
pressure
has a significant negative effect on audit quality.
Keywords:
audit experience, time budget pressure, auditors’ ethics, audit quality
Pendahuluan
Profesi
auditor telah menjadi sorotan masyarakat dalam beberapa tahun terakhir. Kasus
Enron dan kasus Worldcom di Amerika dan kasus-kasus audit lainnya membuat
kredibilitas auditor semakin dipertanyakan. Kasus Enron di Amerika yang
melibatkan kantor akuntan publik Arthur Andersen. Pada kasus Enron tersebut
terjadi manipulasi laporan keuangan. Pada laporan keuangan dilaporkan perusahaan
mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal sebenarnya perusahaan mengalami kerugian.
Berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan ternyata terdapat beberapa pejabat,
manajer dan sebagian besar staf akuntansi Enron adalah mantan auditor di KAP
Andersen. Setelah kasus ini diungkap dan dilakukan penyelidikan, akhirnya KAP
Andersen dinyatakan bersalah karena melakukan hambatan terhadap proses
pengadilan melalui penghancuran dokumen-dokumen yang terkait dengan audit yang
mereka lakukan.
Kasus
yang menimpa akuntan publik JAS yang diindikasi melakukan kesalahan dalam mengaudit
laporan keuangan PT Great River Internasional, Tbk menyebabkan munculnya
keraguan atas opini audit dan akibatnya masyarakat mengkritik profesi auditor.
Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi dari Bapepam
yang menemukan indikasi penggelembungan akun penjualan, piutang dan aset hingga
ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan PT Great River, Tbk yang
mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam
membayar utang. Berdasarkan investigasi Bapepam menyatakan bahwa akuntan publik
yang memeriksa laporan keuangan PT Great River, Tbk ikut menjadi tersangka.
Oleh karenanya, Menteri Keuangan RI terhitung sejak tanggal 28 November 2006
telah membekukan izin akuntan publik JAS selama dua
tahun
karena terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP)
berkaitan dengan laporan audit atas laporan keuangan konsolidasi PT. Great
River, Tbk tahun 2003.
Tentunya
jika hasil laporan audit tersebut menyebabkan masalah seperti masalah Enron, Worldcom
dan PT Great River, Tbk, hal ini memunculkan keraguan mengenai kualitas audit
yang auditor laporkan. Berdasarkan berbagai kasus audit di atas menimbulkan
pertanyaan, apakah sebenarnya auditor tersebut mampu mendeteksi kecurangan-kecurangan
dan kelemahan penyajian laporan keuangan klien atau sebenarnya mereka mampu
mendeteksinya tetapi tidak mengumumkannya dalam laporan audit. Jika auditor
tidak mampu mendeteksi trik rekayasa yang dilakukan klien maka yang menjadi
inti permasalahannya adalah kompetensi atau keahlian auditor tersebut. Namun
jika yang terjadi akuntan publik ikut mengamankan praktik rekayasa tersebut,
seperti yang terungkap dalam kasus Enron, Andersen, Worldcom dan Great River,
maka inti permasalahannya adalah independensi auditor.
Menurut
Libby dan Frederick (1990) pengalaman yang dimiliki auditor akan mempengaruhi kualitas
auditnya, mereka menemukan bahwa semakin banyak pengalaman auditor semakin
dapat menghasilkan berbagai dugaan dalam menjelaskan temuan audit. Pengalaman
kerja telah dipandang sebagai suatu faktor penting dalam memprediksi kinerja
auditor (Bonner, 1990; Ashton, 1991; Choo dan Trotman, 1991; Tubbs, 1992; Abdolmohammadi
dan Wright, 1987).
Faktor
lain yang dapat mempengaruhi kualitas audit adalah time budget pressure
(tekanan anggaran waktu). Menurut Waggoner et.al (1991), jika alokasi waktu
untuk penugasan tidak cukup, maka auditor mungkin mengkompensasikan dengan
kerja mereka dengan cepat, dan hanya menyelesaikan tugas-tugas yang penting
saja sehingga mungkin menghasilkan kinerja yang tidak efektif. Dezoort (1998)
menyatakan bahwa adalah hal yang umum ditemukan bahwa di bawah tekanan anggaran
waktu, individu cenderung akan bekerja dengan cepat sehingga akan berdampak
pada penurunan kinerjanya. Time budget pressure akan memberikan pengaruh yang
negatif terhadap kualitas pekerjaan audit. Sebagian besar penelitian
mengindikasikan bahwa tekanan waktu bisa mendorong perilaku disfungsional
antara lain terjadinya premature sign-off dan under-reporting of chargeable
time (Kelly dan Margheim, 1990; Glover, 1997; Dezoort, 1998; Soobaroyen dan Chengabroyan,
2005).
Seringkali
dalam pelaksanaan aktivitas auditing, seorang auditor berada dalam konflik
audit (Nichols dan Price,1976). Konflik dalam sebuah audit akan berkembang pada
saat auditor mengungkapkan informasi tetapi informasi tersebut oleh klien tidak
ingin dipublikasikan kepada umum. Konflik ini akan menjadi sebuah dilema etika
ketika auditor diharuskan membuat keputusan yang menyangkut independensi dan
integritasnya dengan imbalan ekonomis yang mungkin terjadi di sisi lainnya.
Pengembangan dan kesadaran etis/moral memainkan peran kunci dalam semua area profesi
akuntansi (Louwers et.al, 1997). Akuntan secara terus menerus berhadapan dengan
dilema etika yang melibatkan pilihan antara nilai-nilai yang bertentangan.
Pertimbangan profesional berlandaskan pada nilai dan keyakinan individu,
sehingga kesadaran etika/moral memainkan peran penting dalam pengambilan
keputusan dalam pekerjaan audit (Deis & Giroux, 1992; Shaub & Lawrence,
1996; Trevino, 1986).
Berdasarkan
berbagai teori kualitas audit dan penelitian-penelitian di atas, maka
penelitian ini mencoba meneliti faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas
audit dengan cara menghubungkan pengaruh pengalaman audit, time budget pressure
dan etika auditor terhadap kualitas audit. Motivasinya adalah ingin mengetahui
faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan kualitas audit. Tujuan
penelitian ini adalah: (a) menguji pengaruh pengalaman, time budget pressure dan
etika auditor secara simultan terhadap kualitas audit. (b) menguji pengaruh
pengalaman, time budget pressure dan etika auditor secara parsial terhadap
kualitas audit.
Tinjauan Pustaka
1. Pengaruh Pengalaman Terhadap
Kualitas Audit
Ashton
(1991) menunjukkan bahwa dalam literatur psikologi, pengetahuan spesifik dan
lama pengalaman bekerja sebagai faktor penting untuk meningkatkan kompetensi.
Selain itu, penelitian yang dilakukan Bonner (1990) menunjukkan bahwa
pengetahuan mengenai spesifik tugas dapat meningkatkan kinerja auditor
berpengalaman. Menurut Bonner (1990) pengalaman kerja telah dipandang sebagai
suatu faktor penting dalam memprediksi kinerja auditor. Hal ini menunjukkan bahwa
pendapat auditor yang baik akan tergantung pada kompetensi dan prosedur audit
yang dilakukan oleh auditor. Choo dan Trotman (1991) memberikan bukti empiris
bahwa auditor berpengalaman lebih banyak menemukan item-item yang tidak umum
(atypical) dibandingkan auditor yang kurang berpengalaman, tetapi antara
auditor yang berpengalaman dengan yang kurang berpengalaman tidak berbeda dalam
menemukan item-item yang umum (typical). Penelitian serupa dilakukan oleh Tubbs
(1992), menunjukkan bahwa subyek yang mempunyai pengalaman audit lebih banyak,
maka akan menemukan kesalahan yang lebih banyak dan item-item kesalahannya
lebih besar dibandingkan auditor yang pengalaman auditnya lebih sedikit.
Abdolmohammadi dan Wright (1987) memberikan bukti empiris bahwa dampak
pengalaman auditor akan signifikan terhadap kualitas kinerja auditor.
Libby
dan Frederick (1990) menemukan bahwa semakin banyak pengalaman auditor semakin dapat
menghasilkan berbagai dugaan dalam menjelaskan temuan audit. Berdasarkan
pengalaman, penelitian-penelitian di bidang psikologi yang telah dikutip Tubbs
(1992) memperlihatkan bahwa seorang yang lebih banyak pengalaman dalam suatu
bidang substantif memiliki lebih banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya dan
dapat mengembangkan suatu pemahaman yang baik mengenai peristiwa-peristiwa.
Penerapan dan pengembangan penelitian mengenai masalah pengalaman ini dalam
auditing juga mengungkapkan hasil yang serupa. Butt (1988) mengungkapkan bahwa
akuntan pemeriksa yang berpengalaman akan membuat judgment yang relatif lebih
baik dalam tugas-tugas profesional ketimbang akuntan pemeriksa yang belum berpengalaman.
Marchant (1989) menemukan bahwa akuntan pemeriksa yang berpengalaman mampu mengidentifikasi
secara lebih baik kesalahan dalam telaah analitik. Akuntan pemeriksa yang
berpengalaman juga memperlihatkan tingkat perhatian selektif yang lebih tinggi terhadap
informasi yang relevan. Tubbs (1992) menemukan dalam salah satu penelitiannya
bahwa akuntan pemeriksa yang berpengalaman menjadi sadar mengenai kekeliruan-kekeliruan
yang tidak lazim.
Kompetensi
auditor adalah auditor yang dengan pengetahuan dan pengalamannya yang cukup dan
eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama. Kualitas
audit merupakan segala kemungkinan (probability) dimana auditor pada saat
mengaudit laporan keuangan klien dapat menemukan pelanggaran yang terjadi dalam
sistem akuntansi klien dan melaporkannya dalam laporan keuangan auditan, dimana
dalam melaksanakan tugasnya tersebut auditor berpedoman pada standar auditing
dan kode etik akuntan publik yang relevan. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa
seorang auditor yang memiliki pengalaman yang memadai akan lebih memahami dan
mengetahui berbagai
masalah
secara lebih mendalam dan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin
kompleks dalam lingkungan audit kliennya. Jadi, dari uraian penelitian di atas
dapat disimpulkan bahwa pengalaman
auditor berpengaruh terhadap kualitas audit, semakin lama pengalaman yang dimiliki
auditor maka semakin tinggi pula kualitas audit yang dihasilkannya.
2. Pengaruh Time Budget Pressure
Terhadap Kualitas Audit
Soobaroyen
dan Chengabroyan (2005) menemukan bahwa time budget yang ketat sering menyebabkan
auditor meninggalkan bagian program audit penting dan akibatnya menyebabkan penurunan
kualitas audit. Kelley (2005) mendukung pendapat tersebut dengan menyatakan
bahwa penurunan kualitas audit telah ditemukan akibat ketatnya time budget.
Ketika
time pressure semakin bertambah tinggi dan melewati tingkat yang dapat
dikerjakan, time pressure akan memberikan pengaruh yang negatif (Kelley et.al,
2005; Glover, 1997; Dezoort, 1998; Soobaroyen dan Chengabroyan, 2005). Hasil
studi The Commission on Auditors Responsibilities (1978) dalam Soobaroyen dan
Chengabroyan (2005) mencatat tekanan waktu sebagai salah satu pusat perhatian
auditor dalam menyelesaikan pertanggungjawaban mereka. Ditemukan bahwa 60
persen responden mengakui melakukan premature sign-off karena tekanan waktu.
Kelly et.al (2005) menemukan bahwa 31 persen auditor senior mengalami time
budget pressure dan 41 persen staf auditor dilaporkan mengalami time budget
pressure. Masalah time budget pressure tersebut menyebakan penurunan kualitas
audit.
Muawanah
(2000) menguji penguji peran locus of control, komitmen profesi dan kesadaran etis
terhadap perilaku auditor dalam situasi konfik audit. Hasil penelitiannya
menyatakan bahwa interaksi antara locus of control dengan kesadaran etis
mempengaruhi perilaku auditor dalam situasi konflik. Hal ini tentunya dapat
dihubungkan terhadap situasi konflik audit mengenai time budget pressure,
auditor yang memegang penuh etika profesional audit akan berusaha menolak efek
buruk dari time budget pressure. Auditor yang menjung-jung tinggi kode etik
akuntan publik tidak akan mau menghilangkan salah satu prosedur audit yang
harus dilakukannya. Kelley et.al (2005) menyatakan bahwa time budget pressure
yang ketat akan meningkatkan tingkat stress auditor, karena auditor harus melakukan
pekerjaan audit dengan waktu yang ketat bahkan dalam anggaran waktu tidak dapat
menyelesaikan audit dengan prosedur audit yang seharusnya. Pada waktu terjadi
konflik audit, meskipun time budget pressure secara ketat, auditor yang
memegang penuh etika auditor akan tetap cenderung menjalankan prosedur audit
penting yang seharusnya, sedangkan auditor yang memiliki etika audit yang
rendah akan tergoda untuk menghilangkan prosedur audit penting. Berdasarkan penjelasan
tersebut dapat dipahami bahwa etika auditor berhubungan secara positif dengan
time budget pressure.
3. Pengaruh Etika Auditor Terhadap
Kualitas Audit
Nichols
dan Price (1976) menyatakan bahwa pada konflik kekuatan, klien dapat menekan auditor
untuk melawan standar profesional dan dalam ukuran yang besar, kondisi keuangan
klien yang sehat dapat digunakan sebagai alat untuk menekan auditor dengan cara
melakukan pergantian auditor. Hal ini dapat membuat auditor tidak akan dapat bertahan
dengan tekanan klien tersebut sehingga menyebabkan independensi mereka melemah.
Posisi auditor juga sangat dilematis karena mereka dituntut untuk memenuhi
keinginan klien namun di sisi tindakan auditor dapat melanggar standar profesi
sebagai acuan kerja mereka. Hipotesis dalam penelitian mereka terdapat argumen
bahwa kemampuan auditor untuk dapat bertahan di bawah tekanan klien mereka
tergantung dari kesepakatan ekonomi, lingkungan tertentu, dan perilaku termasuk
di dalamnya mencakup etika profesional.
Upaya
untuk mendapatkan perspektif kepribadian dilakukan peneliti melalui pengukuran locus
of control (letak kendali) dan kreativitas (Spector et.al, 2002). Beberapa
peneliti telah mencoba menggunakan variabel locus of conrol sebagai prediktor
dalam menentukan perilaku seseorang. Hasil penelitian Tsui dan Gull (1996)
dalam Trevino (1986) memberikan bukti bahwa locus of control dapat mempengaruhi
kemampuan auditor dalam menolak tekanan klien untuk melakukan tindakan tidak
etis atau tidak. Pendapat mereka juga didukung oleh pernyataan Trevino (1986)
yang menyebutkan bahwa variabel personalitas seperti locus of control dapat
mempengaruhi perilaku individu untuk melakukan tindakan yang etis atau tidak.
Muawanah
(2000) melakukan pengujian peran locus of control, komitmen profesi dan
kesadaran
etis terhadap perilaku auditor dalam situasi konfik audit. Hasil penelitiannya menyatakan
bahwa interaksi antara locus of control dengan kesadaran etis mempengaruhi
perilaku auditor dalam situasi konflik. Pada tingkatan kesadaran etis yang
rendah terdapat kecenderungan auditor akan menerima permintaan klien, sehingga
dapat dikatakan dalam kondisi ini auditor kurang independen. Sebaliknya pada
tingkatan kesadaran etis yang tinggi ada kecenderungan auditor menolak
permintaan klien, dengan kata lain auditor menjadi independen. Pada kondisi
seperti ini tentunya auditor akan memberikan pendapat audit dengan objektif
sehingga kualitas audit dapat dipertahankan.
Shaub
et.al (1993) menyatakan bahwa auditor yang kurang menjaga atau mempertahankan etika
profesi akan cenderung kurang skeptis dalam pekerjaan audit sehingga akan
mempengaruhi kualitas audit. Barnett et.al (1994 dan 1999) dan Finegan (1994)
dalam Wheatley dan Findley (2005) menyatakan bahwa setiap orientasi etika individu,
pertama-tama ditentukan oleh kebutuhannya. Kebutuhan tersebut berinteraksi
dengan pengalaman pribadi dan sistem nilai individu yang akan menentukan
harapan atau tujuan dalam setiap perilakunya sehingga pada akhirnya individu
tersebut menentukan Berdasarkan paparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
pengalaman berhubungan dengan etika.
Kidwell
et.al (1987) dalam Trevino (1986) melakukan penelitian tentang perilaku dalam menghadapi
situasi dilema etika, hasil penelitiannya adalah bahwa manajer dengan
pengalaman kerja yang lebih lama mempunyai hubungan yang positif dengan
pengambilan keputusan etis. Berdasarkan model dari Trevino (1986), faktor yang
dapat dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan etis auditor ketika
menghadapi dilema etika adalah faktor individual yaitu pengalaman, komitmen profesional
serta orientasi etika auditor dan faktor situasional yaitu nilai etika
organisasi. Menurut Trevino (1986) ketika seseorang dihadapkan pada sebuah
dilema etika, maka individu tersebut akan mempertimbangkannya secara kognitif
dalam benaknya. Hal ini dapat dipahami bahwa faktor kemampuan pemecahan masalah
yang berhubungan dengan dilema etika tersebut mengambil peranan penting untuk
mengambil keputusan yang rasional terhadap dilema etika tersebut. Pembentukan pemahaman
tentang moral issue tersebut akan tergantung kepada faktor individual (pengalaman,
orientasi etika dan komitmen kepada profesi) dan faktor situasional (nilai
etika organisasi).
Metode Penelitian
Populasi
yang dipilih dalam penelitian ini adalah auditor yang terdapat dalam KAP yang terdapat
di Jawa Tengah. Pemilihan sampel penelitian dalam penelitian ini menggunakan
metode purposive sampling. Kriteria yang
digunakan untuk memilih sampel penelitian yang dijadikan responden adalah
auditor yang berpengalaman dengan pertimbangan sebagai berikut: (a) pemilihan responden
auditor yang berpengalaman ditujukan untuk menghindari bias antara jawaban
auditor yang berpengalaman dan yang kurang berpengalaman. (b) pemilihan auditor
yang berpengalaman dalam penelitian ini akan memberikan jawaban yang diberikan
berdasarkan kondisi nyata yang dihadapi dan dilakukan auditor di lapangan. Data
primer dikumpulkan melalui kuesioner yang dibagikan kepada
responden
dengan mendatangi KAP tempat responden bekerja
Penelitian
ini menggunakan satu variabel terikat (dependen) yaitu kualitas audit, tiga
variabel bebas (independen) yaitu pengalaman, time budget pressure dan etika
auditor. Indikator yang digunakan untuk mengukur pengalaman adalah sebagai
berikut : (a) lama melakukan audit, (b) jumlah klien yang sudah diaudit, (c)
jenis perusahaan yang pernah di audit. Indikator yang digunakan untuk mengukur
time budget pressure adalah sebagai berikut: (a) keketatan anggaran, dan (b)
ketercapaian anggaran.
Variabel
etika auditor akan diproksikan dalam dua dimensi yakni: (a) locus of control
internal dan (b) kesadaran etis. Etika auditor yang diukur dalam etika auditor
ini dibatasi pada nilai etis yang dimiliki auditor. Adapun untuk mengukur
kualitas audit pada auditor dalam penelitian ini digunakan indikator kualitas
audit yang dikembangkan dan dikemukakan oleh: Wooten (2003), Bhen et.al (1997),
Duff (2004), yaitu sebagai berikut: (a) deteksi salah saji, (b) melaporkan
salah saji, (c) komitmen yang kuat terhadap jasa audit yang diberikan kepada
klien, (d) prinsip kehati-hatian, (e) review dan pengendalian oleh supervisor,
(f) perhatian yang diberikan oleh manajer dan patner.
Pengujian
validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas konstrak
(construct validity) dan teknik yang digunakan adalah dengan Pearson Product
Moment. Teknik uji reliabilitas yang digunakan adalah reliabilitas konsistensi
internal. Untuk mengukur konsistensi internal digunakan pengujian dengan teknik
Cronbach’s Alpha. Untuk memastikan apakah ada pengaruh pengalaman, time budget
pressure dan etika auditor terhadap kualitas audit maka pengujian dilakukan dengan
uji analisis jalur (path analysis). Hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini adalah:
H1 : Pengalaman, time budget
pressure dan etika auditor berpengaruh secara simultan terhadap kualitas audit.
H2 : Pengalaman, time budget
pressure dan etika auditor berpengaruh secara parsial terhadap kualitas audit.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
pengujian validitas data menunjukkan bahwa semua (enam) item pertanyaan untuk variabel
pengalaman valid. Semua (empat) item pertanyaan untuk mengukur time budget
pressure valid. Sedangkan untuk variabel etika auditor terdapat satu item
pertanyaan untuk dimensi locus of control yang tidak valid sehingga di keluarkan
dari data yang digunakan. Hasil pengujian validitas untuk variabel kualiatas
audit menunjukkan semua pertanyaan valid. Hasil pengujian reliabilitas menunjukkan
bahwa semua variabel yang digunakan reliabel.
Berdasarkan
hasil output regresi diperoleh hubungan positif yang kuat antara pengalaman dengan
kualitas audit sebesar 0,664. Hubungan positif yang sedang antara etika auditor
dengan kualitas audit sebesar 0,573, hubungan positif yang sedang antara
pengalaman dengan etika auditor sebesar 0,475. Hubungan negatif yang sedang
antara time budget pressure dengan kualitas audit sebesar -0,453.
Hasil
perhitungan menunjukkan koefisien jalur pengalaman terhadap kualitas audit
sebesar 0,485, koefisien jalur time budget pressure terhadap kualitas audit
sebesar -0,286, dan koefisien jalur etika auditor terhadap kualitas audit
sebesar 0,261. Koefisien jalur atau besarnya pengaruh masingmasing variabel
pengalaman dan etika auditor terhadap kualitas audit menunjukkan pengaruh
positif, yang dapat diinterpretasikan bahwa kenaikan pengalaman dan etika
auditor akan meningkatkan kualitas audit. Koefisien jalur time budget pressure
terhadap kualitas audit menunjukkan pengaruh yang negatif, yang dapat
diinterpretasikan bahwa kenaikan time budget pressure dapat menurunkan kualitas
audit.
Pengujian
hipotesis pertama menggunakan data Fhitung dan Ftabel. Ftabel untuk tingkat
signifikansi 0,05 dan derajat bebas db1 = 3 dan db2 = 85-3-1 = 81, diperoleh
F0,05(3,81) = 2,72. Karena Fhitung lebih besar dari Ftabel (40,692 > 2,72)
maka dapat diambil keputusan untuk menolak H0. Berdasarkan hasil uji empiris
diperoleh nilai F untuk model sebesar 40,692 dengan nilai probabilitas (sig)
0,000. Karena nilai sig < 0,05, maka Ho ditolak dan pengujian secara
individual dapat dilakukan. Dengan demikian hipotesis pertama dalam penelitian
ini (H1) diterima (terbukti), sehingga dapat disimpulkan bahwa pengalaman, time
budget pressure dan etika auditor secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
kualitas audit. Pengaruh variabel pengalaman, time budget pressure dan etika
auditor terhadap kualitas audit secara simultan sebesar 60,1 persen, arti dari
kesimpulan tersebut adalah bahwa 60,1 persen perubahan kualitas audit dapat
dijelaskan oleh variabel pengalaman, time budget pressure dan etika auditor, sedangkan
39,9 persen sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam
penelitian ini.
Pengujian
hipotesis kedua menggunakan data thitung dan ttabel. Berdasarkan hasil
perhitungan nilai koefisien jalur variabel pengalaman ke kualitas audit sebesar
0,485 (t = 6,073; P = 0,000), koefisien jalur benilai positif (0,485).
Pengujian parsial diketahui bahwa untuk variabel pengalaman thitung > ttabel
(6,073 > 1,6639) dan dapat juga dilihat tingkat signifikansi lebih kecil
dari 0,05 (0,000 < 0,05). Hasil menunjukkan koefisien jalur pengalaman ke
kualitas secara statistik signifikan (Ho ditolak). Jadi dapat disimpulkan bahwa
pengalaman berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas audit. Semakin
tinggi pengalaman audit maka semakin tinggi kualitas audit.
Hasil
penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang mengungkapkan bahwa akuntan
pemeriksa yang berpengalaman akan membuat judgment yang relatif lebih baik
dalam tugas-tugas profesional ketimbang akuntan pemeriksa yang belum
berpengalaman. Akuntan pemeriksa yang berpengalaman menjadi sadar mengenai
kekeliruan-kekeliruan yang tidak lazim. Pengalaman kerja telah dipandang
sebagai suatu faktor penting dalam memprediksi kinerja auditor. Pengalaman
auditor akan semakin berkembang dengan bertambahnya pengalaman audit, diskusi
mengenai audit dengan rekan sekerja, pengawasan dan review oleh akuntan senior,
mengikuti program pelatihan dan penggunaan standar auditing (Butt, 1988; Tubbs,
1992; Bonner, 1990). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian
Choo & Trotman (1991), Boner & Lewis (1990) dan Abdolmohammadi &
Wright (1987) memberikan bukti empiris bahwa auditor berpengalaman lebih banyak
menemukan item-item yang tidak umum (atypical) dibandingkan auditor yang kurang
berpengalaman, dampak pengalaman auditor akan signifikan terhadap hasil kinerja
auditor, mereka juga menyimpulkan bahwa staf yang berpengalaman akan memberikan
pendapat yang berbeda dengan staf junior untuk tugas-tugas yang sifatnya
terstruktur. Auditor yang lebih berpengalaman, secara ratarata melakukan
pekerjaan yang lebih baik dan mempunyai pengetahuan dan kemampuan yang lebih baik.
Kemampuan penting untuk tugas audit spesifik.
Pengujian
hipotesis kedua untuk variabel time budget pressure menunjukkan nilai koefisien
jalur time budget pressure ke kualitas audit sebesar -0,285 (t = -3,894 ; P =
0,000), koefisien jalur benilai negatif (-0,285). Berdasarkan hasil perhitungan
juga diketahui bahwa thitung > ttabel (3,894 > 1,6639) dan dapat juga
dilihat tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05). Hasil menunjukkan
koefisien jalur time budget pressure ke kualitas audit secara statistik
signifikan (Ho ditolak). Jadi dapat disimpulkan bahwa time budget pressure
berpengaruh negatif signifikan terhadap kualitas audit. Semakin tinggi time
budget pressure maka semakin rendah kualitas audit.
Sebagian
besar responden menyatakan tekanan anggaran waktu sangat ketat tetapi dengan usaha
yang masuk akal dapat dicapai. Karena tekanan anggaran waktu sebagian besar
auditor menyatakan jika dibandingkan antara anggaran waktu yang ditetapkan
dengan waktu aktual audit maka akan sering auditor melakukan audit tidak tepat
waktu. Walaupun sebagian besar auditor tidak melakukan prematur sign-off, akan
tetapi terdapat jumlah yang cukup banyak yang menyatakan kadang-kadang juga
melakukannya 38,8 persen. Sebagian besar (74,1 persen) auditor menyatakan sering
memenuhi anggaran biaya jika mencatat waktu yang dilakukan untuk melakukan
audit. Hal ini menunjukkan bahwa auditor akan berusaha memenuhi anggaran waktu
dan anggara biaya audit tetapi terdapat jumlah yang besar yang melakukan
prematur sign-off untuk mencapai hal tersebut.
Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Dezoort (1998), Kelley et.al, (2005),
Glover (1997), Dezoort, Soobaroyen & Chengabroyan (2005). Menurut mereka ketidakcukupan
waktu yang diberikan tentunya akan menimbulkan tekanan (pressure) kepada
auditor dan berdampak pada penyelesaian semua tugas-tugas auditnya. Bersamaan
dengan meningkatnya waktu, peningkatan kecepatan menjadikan kurang dapat
dikerjakan dan individu mulai menyaring atau membatasi informasi yang akan
mereka gunakan. Menurut hasil penelitian mereka terdapat jumlah yang besar auditor
yang melakukan prematur sign-off karena tekanan anggaran waktu. Anggaran waktu
yang ketat sering menyebabkan auditor meninggalkan bagian program audit dan
akibatnya menyebabkan penurunan kualitas audit. McNamara dan Liyanarachchi
(2004) mendukung pendapat tersebut dengan menyatakan bahwa penurunan kualitas
audit telah ditemukan akibat ketatnya anggaran waktu.
Berdasarkan
hasil uji empiris diperoleh nilai koefisien jalur etika auditor kepada kualitas
audit sebesar 0,261 (t = 3,186 ; P = 0,002), koefisien jalur benilai positif
(0,261). Hasil perhitungan juga menunjukkan bahwa thitung > ttabel (3,186
> 1,6639) dan dapat juga dilihat tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05
(0,002 < 0,05). Hasil menunjukkan koefisien jalur etika auditor kepada kualitas
audit secara statistik signifikan (Ho ditolak). Jadi dapat disimpulkan bahwa
etika auditor berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas audit. Semakin
tinggi etika auditor maka semakin tinggi kualitas audit.
Hasil
penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang secara umum hasil
penelitian menyatakan bahwa locus of control dan etika auditor memegang peranan
penting dalam situasi konflik kepentingan dalam audit (Shaub et.al ,1993;
Muawanah, 2000; Trevino, 1986; Ziegenfuss dan Singhapakdi, 1994).
Menurut
Ziegenfuss & Singhapakdi (1994) bahwa orientasi etika auditor mempunyai
hubungan
positif dengan perilaku pengambilan keputusan etis. Auditor dengan skor
idealisme yang tinggi akan cenderung membuat keputusan yang secara absolut
lebih bermoral (favor moral absolute) dan sebaliknya. Menurut Trevino (1986),
bahwa tahapan pengembangan kesadaran moral individual menentukan bagaimana
seorang individu berpikir tentang dilema etis, proses memutuskan apa yang benar
dan apa yang salah. Kesadaran etis merupakan gaya kognitif seseorang yang
mengacu pada cara atau metoda dengan mana individu menerima, menyimpan,
memproses dan mentransformasikan informasi kedalam tindakannya. Shaub et.al
(1993) dalam penelitiannya tentang sensitivitas etika auditor, meneliti
hubungan orientasi etika auditor dengan komitmen profesional auditor. Mereka menyatakan
bahwa individu yang mempunyai idealisme secara otomatis akan memelihara tata
cara pekerjaannya sesuai dengan standar profesional, sehingga standar
profesional tersebut akan menjadi arahan
dalam bekerja.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian untuk melihat pengaruh pengalaman audit, time budget pressure dan
etika auditor terhadap kualitas audit yang telah diuraikan sebelumnya, maka
dapat disimpulkan bahwa:
1.Pengalaman
audit, time budget pressure dan etika auditor secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap kualitas audit. Hal ini berarti bahwa variabel pengalaman
audit, time budget pressure dan etika auditor mampu menjelaskan perubahan dalam
kualitas audit.
2.
Pengalaman audit, time budget pressure dan etika auditor secara parsial
berpengaruh terhadap kualitas audit. Pengalaman audit memberikan pengaruh
positif yang signifikan terhadap kualitas audit, dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi pengalaman audit maka akan memberikan dampak
positif terhadap peningkatan kualitas audit. Time budget pressure berpengaruh
negatif signifikan terhadap kualitas audit, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi tekanan anggaran waktu maka akan berpengaruh terhadap penurunan kualitas
audit. Etika auditor berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas audit,
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi etika auditor maka akan
berpengaruh terhadap meningkatknya kualitas audit.
Saran :
Adanya
pengaruh positif dari pengalaman terhadap kualitas audit maka disarankan kepada
kantor akuntan publik untuk memberikan penugasan audit yang memiliki kompleksitas
tugas audit yang tinggi kepada auditor yang sudah memiliki pengalaman audit,
baik pengalaman dari sisi lama melakukan audit, pengalaman dari jumlah klien
yang diaudit dan pengalaman dari jenis perusahaan yang diaudit. Hasil
penelitian yang menunjukkan terdapat pengaruh negatif time budget pressure terhadap
kualitas audit, maka hal ini tentunya perlu menjadi perhatian perusahaan
auditor untuk lebih memperhatikan penyusunan rencana anggaran auditnya baik
dalam hal anggaran waktu audit maupun penyusunan rencana anggaran biaya audit.
Pelaksanaan audit tidak mengalami tekanan anggaran waktu yang berlebihan yang
dapat mengancam kualitas audit. Bagi peneliti berikutnya perlu meneliti
faktor-faktor
lain yang berpengaruh terhadap kualitas audit yang dapat meningkatkan atau
menurunkan
kualitas audit seperti perbedaan pengetahuan, situasi lingkungan pekerjaan, fee
audit, persaingan bisnis auditor dan perbedaan gender.
Daftar Pustaka
Abdolmohammadi,
M. and A. Wright. 1987. An Examination of The Effects of Experience and Task
Complexity
on Audit Judgments. The Accounting Review. January.
Arens,
A., Mark S. Beasley and Randal J. Elder. 2008. Auditing and Assurance Service:
An Integrated
Approach.
Ed.12. Jakarta: Salemba Empat.
Ashton,
A. H. 1991. Experience and Error Frequency Knowledge as Potential
Determinants
of Audit Expertise. The Accounting Review. April.
Survey.
Managerial Auditing Journal. Vol. 9. No. 6.
Brbadillo
E. R. et.al,. 2004. Audit Quality and The Going-Concern Decision Making
Process.
European
Accounting Review. Vol.13. No.4.
Barnes,
J and A. Huan. 1993. The Auditor’s Going Concern Decision: Some UK Evidence
Concerning
Independence
& Competence. Journal of Business Finance & Accounting. January.
Barnett,
T., enneth Bass and G. Brown. 1994. Ethical Ideology and Ethical Judgment
g
Journal, Vol. 9 No.1.