Minggu, 11 Mei 2014

HUKUM PERIKATAN



·       Pengertian
          Perkataan “PERIKATAN” (verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan “PERJANJIAN” , Sebab dalam perikatan diatur juga prihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggarhukum dan perihal perkataan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan
          Adapun yang dimaksud dengan “PERIKATAN” adalah suatu hubungan hukum ( mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu.
Berikut ini merupakan definisi hukum perikatan menurut para ahli :
Hukum perikatan menurut Pitlo adalah “suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu memiliki hak (kreditur) dan pihak yang lain memiliki kewajiban (debitur) atas suatu prestasi”.
          Hukum perikatan menurut  Hofmann adalah “suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu".
          Hukum perikatan menurut Subekti adalah "Suatu hubungan hukum antara 2 pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu".

·        Dasar  Hukum Perikatan
           Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
 1.Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
 2.Perikatan yang timbul dari undang-undang
          Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming ) .  

          Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
1.Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata )
          Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2.Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata )
          Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3.Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata )
Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
·       Azas-Azas Perikatan
          Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
1.Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
·2.Asas konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
·       Wanprestasi  dan Akibatnya
Apabila siberhutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikan akan dilakukannya, maka dikatakannya bahwa ia melakukan “wanprestasi”. Ia adalah “alpa”atau “lalai”. Atau juga melanggar perjanjian , yaitu apabila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya . Perkataan “wanprestasi” berasal dari bahasa belanda, yaitu prestasi yang buruk..
          Wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam :
A.  Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
B.  Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
C.  Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
D.  Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Hukuman atau akibat-akibat yang tidak enak bagi debitur yang lalai :
A.  Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkatnya dinamakan ganti-rugi
B.  Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan “ pemecahan “ perjanjian.
C.  Peralihan resiko
D.  Membayar biaya perkara,kalau sampai diperkarakan di muka hukum.
Pasal 1238 kitab undang-undang hukum perdata tentang bagaimana caranya memperingatkan seorang debitur agar supaya jika ia tidak memenuhi teguran.
          “Si berhutang adalah lalai apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akte sejenis (peringatan tertulis ) itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri ialah jika ini menetapkan bahwa si berhutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang di tentukan.
·       Hapusnya Perikatan
Menurut pasal 1381 kitab undang-undang hukum perdata menyebutkan 10 cara hapusnya suatu perikatan :
·        Pembayaran
Nama “pembayaran” dimaksudkan setiap pemenuhan perjanjian secara suka rela. Pembayaran dalam arti sempit adalah pelunasan utang oleh debitur kepada kreditur, pembayaran seperti ini dilakukan dalam bentuk uang atau barang. Sedangkan pengertian pembayaran dalam arti yuridis tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk jasa seperti jasa dokter, tukang bedah, jasa tukang cukur atau guru privat.
·        Penawaran Pembayaran Tunai diikuti Penyimpanan dan Penitipan
          Suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang (kreditur) menolak pembayran. Apabila kreditur menolak yang biasanya sudah dapat diduga maka notaries/juru sita akan mempersilakan kreditur itu menanda-tangani proses verbal tersebut dan jika kreditur tidak suka menaruh tanda-tangannya maka hal itu akan di catat oleh notaries/juru sita di atas surat proses verbal.
·        Pembaharuan Hutang atau Novasi
          Novasi adalah sebuah persetujuan, dimana suatu perikatan telah dibatalkan dan sekaligus suatu perikatan lain harus dihidupkan, yang ditempatkan di tempat yang asli. Ada tiga macam jalan untuk melaksanakan suatu novasi atau pembaharuan utang yakni:
1.       Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang mengutangkannya, yang menggantikan utang yang lama yang dihapuskan karenanya. Novasi ini disebut novasi objektif.
2.       Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh siberpiutang dibebaskan dari perikatannya (ini dinamakan novasi subjektif pasif).
3.       Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya (novasi subjektif aktif).
·        Perjumpaan Hutang atau Kompensasi
kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur
Menurut pasal 1424 kitab undang-undang hukum perdata mengatakan bahwa kompensasi itu terjadi demi hukum, bahkan dangan setidak tahunya orang yang bersangkutan dan kedua hutang itu yang satu menghapuskan yang lain dan sebaliknya.
·        Pencampuran Hutang
          Apabila kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang yang berhutang (debitur) berkumpul pada satu orang,maka terjadilah demi hukum suatu percampuran hutang dengan mana utang piutang itu dihapuskan.
·        Pembebasan Hutang
Pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur. Pembebasan utag dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma- Cuma.
·        Musnahnya Barang yang Terhutang
Jika barang tertentu yang menjadi obyek dari perjanjian musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang, sedemikian hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatan asal barang tadi musnah atau hilang diluar kesalahan si berhutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
·        Kebatalan atau Pembatalan
          Menurut pasal 1446 kitab undang-undang hukum perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian batal demi hukum maka tidak ada suatu perikatan hukum yang dilahirkan karenanya, dan barang sesuatu yang tidak ada suatu perikatan hukum yang dilahirkan  karenanya dan barang sesuatu yang tidak ada tentu saja tidak hapus.
·        Berlakunya Suatu Syarat-Batal
          Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang nasibnya digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi,baik secara menangguhkan lahirnya perikatan hingga terjadinya peristiwa tersebut.
·        Lewatnya Waktu atau Daluwarsa
          Lewat waktu adalah suatu upayah untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentudan atas syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
·       Daftar Pustaka
-      Neltje f. katuuk ,Aspek Hukum Dalam Bisnis,Cetakan 1, Jakarta , 1994